Advertising Media| Pesan Paling Mempengaruhi Saya dari Film Children Of Heaven

Children Of Heaven

Film keluarga ini seringkali diputar di televisi Indonesia, tak heran karena memang film ini memberi banyak pembelajaran, terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diraih. Ini adalah film pertama yang aku tonton pada saat usia 5 tahun dan film ini berhasil memberi pondasi ke saya dalam memandang kehidupan. Film yang berceritaa tentang kakak beradik dari keluarga miskin yang berusaha mempunyai sepatu. Masalah ini datang ketika sepatu satu-satunya Zahra (adik tokoh utama, Ali) tidak sengaja hilang saat akan di sol oleh Ali. Disaat saya menuntut orang tua saya membelikan maianan terbaru, tokoh dalam film ini berusaha mati-matian memiliki sepatu sekolah. Sebuah hal basic. It’s tragic. 

Saat sapatu Zahra hilang, Ali dan Zahra terpaksa bergantian menggunakan sepatu yang sama sementara perbedaan waktu pulang Zahra dan waktu masuk Ali sangat sebentar. Saya belajar dari Ali, betapa iya sangat bertanggung jawab agar adiknya tetap dapat pakai sepatu walau seringkali Ia telat karena harus menunggu Zahra. Disisi lain, Zahra dengan ikhlas menggunakan sepatu cowo semantara anak perempuan disekolahnya menggunakan pantofel dan seringkali Zahra memulangkan diri lebih awal dengan mengerjakan tugas kelasnya lebih cepat agar Ali tidak telat. Tanpa ada kompromi, dengan alaminya mereka saling perhatian. Disaat mereka harus terus berkejar-kejaran dengan waktu, menahan malu karena sepatu itupun sudah rusak , merasakan kelelahan dan selalu berkeringat sepulang atau berangkat sekolah tapi mereka berdua dengan besar hati tidak pernah memberi tahu orang tua mereka akan masalah ini. Mereka sadar, kehidupan orang tuanya yang sudah cukup susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak sepantasnya mereka menambah beban dengan meminta sesuatu yang terjadi akan kesalahannya sendiri. Padahal diumur segitu wajar meminta kebutuhan pokok tapi hebatnya mereka malah berupaya mendapatkan sepatu dengan mencari peluang diluar dan tidak merepotkan orang tuanya.

Terdengarlah kabar oleh Ali perlombaan lari cepat jarak jauh dengan hadiah utama jalan-jalan, dan hadiah kedua sepatu. Ali berjanji Ia akan menjadi juara 2 dan akan mendapatkan sepatu itu untuk Zahra. Keterpaksaan Ali yang setiap hari lari untuk bergantian sepatu dengan Zahra malah dianggapnya sebagai latihan agar menang di ajang tersebut. Saya kagum betapa kesialannya bisa diputar sebagai peluang berlatih. Saat ajang itu berlangsung, Ali beberapa kali jatuh tapi di pikirannya terbayang ketika Ia berjanji ke Zahra, ketika seringkali ia di hukum karena telat, ketika ia sadar tidak mungkin ia meminta ke orang tuanya dan itu selalu membuatnya bangkit untuk terus berlari. Kedewasaan Ali menampar saya ,untuk menjunjung tinggi janji, untuk keluar dari masalah tanpa meminta belas kasih, untuk merahasiakan kesusahan agar tidak membuat orang disekelilingnya khawatir dan berusaha tidak merepotkan orang lain bahkan orangtuanya sendiri. Tapi pada akhirnya, dimenit terakhir Ali gagal menjadi juara 2 agar mendapat sepatu. Pikiran Ali kacau targetnya meleset, saat orang bertepuk tangan kegirangan memandang dengan penuh kagum ,matanya berkaca-kaca. Ali gagal menjadi juara 2, Ali berhasil menjadi juara 1.

Ketika kita berusaha dengan sungguh-sungguh Allah pasti akan kasih apa yang kita inginkan, jika ternyata itu bukan yang kita inginkan, percayalah pasti jauh lebih baik. Perjuangan dalam film ini mengingatkan saya pada sebuah kata-kata dari Taufik Aulia “Dunia tidak boleh tahu kamu sedang babak belur. Dunia hanya boleh tahu kamu masih tegak dan tak hancur selepas badai menerjang”.

Komentar

Postingan Populer